Site icon Konstruksi Media

Akui Sulit Kembangkan Lapangan Gas di Indonesia, SKK Migas: Belum Ada Pasarnya

Konstruksi Media – Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Taslim Z Yunus menyadari upaya pemerintah mendorong rencana pengembangan (POD) lapangan gas di Indonesia diproyeksi sangat sulit karena permintaan gas yang rendah.

Pasalnya, komersialisasi gas menjadi bagian terpenting sebelum gas tersebut diproduksikan. Menurutnya, ada beberapa POD dengan potensi gas jumbo yang sebenarnya telah disetujui pemerintah. Namun hingga kini belum mendapatkan kepastian pasar atau belum memiliki pembeli.

Padahal kepastian adanya pembeli gas yang akan dihasilkan lapangan tersebut sangat penting untuk menentukan alokasi gas ketika menyusun desain awal pengembangan. Misalnya seperti di Blok Masela dan beberapa blok migas di Sumatera.

“Ini belum ada pasarnya. Ini adalah tantangan besar bagi kita semua bagaimana POD-POD yang sudah disetujui bisa dikomersialisasikan dan diproduksi dalam waktu dekat,” kata dia dalam diskusi Arah Baru Industri Migas : Ketahanan Energi Dengan Memaksimalkan Pemanfaatan Natural Gas dan LNG Dalam Negeri dikutip pada Kamis (23/9/2021).

Sementara itu, berdasarkan catatan SKK Migas dari tahun 2012 sampai saat ini pertumbuhan dari kebutuhan gas dalam negeri sangat rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Bahkan pertumbuhan kebutuhan industri retail pada rata-rata hanya 1,02% per tahun.

“Kami gak henti-hentinya kerja sama dengan pembeli bagaimana agar cadangan-cadangan yang sudah POD dan sudah dikontrakkan bisa diambil sesuai dengan kontrak,” ujarnya.

Menurut Taslim, jika kondisi serapan gas bumi di dalam negeri masih terus rendah. Maka, target produksi gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) di 2030 akan menjadi cukup sulit. “Kalau gak ada terobosan baru pasar gas kan besar ini merupakan tantangan untuk investasi,” tegasnya.

Kepala Divisi Monetisasi Minyak & Gas SKK Migas, Agus Budiyanto mengatakan, soal gas memang harus ada keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Pasalnya, apabila Blok Masela sudah onstream, Indonesia akan ada kepastian produksi gas hingga 2048.

Harga gas pipa domestik memang ditentukan berdasarkan keekonomian proyek. Sementara harga LNG baik ekspor dan domestik akan mengikuti pergerakan harga pasar internasional.

“Tapi intinya untuk produksi gas masih optimis ke depan, namun pemanfaatan gas bagi rumah tangga perlu sangat ditingkatkan termasuk jaringan infrastrukturnya,” pungkas Agus.***

Exit mobile version