Site icon Konstruksi Media

Konsultan Sebut Pembiayaan KPBU Masih Hadapi Sejumlah Tantangan

Konstruksi Media – Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) menajdi solusi dalam pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan.

Akan tetapi terdapat beberapa tantangan dalam pengimplementasian skema KPBU tersebut, salah satunya yakni kesiapan dari proyek yang ditawarkan oleh pemerintah. Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Utama PT Anagata Dhia Karya Mandiri (Adhikari) M. Saifullah saat berbincang dengan Konstruksi Media di bilangan Benhil, Jakarta Selatan, Jumat, (4/10/2022).

“Tantangan selanjutnya yakni ketepatan alokasi risiko antara pemerintah dengan badan usaha yang terefleksikan di dalam kontrak. Pengalokasian risiko yang tidak tepat dapat membuat pembiayaan dengan skema KPBU ini menjadi tidak menarik,” jelas dia.

PT Adhikari yang juga merupakan konsultan pembiayaan nasional menjelaskan bahwa tantangan selanjutnya yakni kesiapan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur.

“Selanjutnya yang ketiga yaitu kesiapan atau komitmen pemerintah untuk menjalankan proyek ini, dari mulai perencanaan, penyiapan hingga akhir pelaksanaannya. Komitmen kebijakan dan kewajiban kontraktual harus dipenuhi,” ujarnya.

Baca Juga : Bambang Susantono Tawarkan Skema KPBU untuk Investasi di IKN Nusantara

Dia menambahkan, tantangan lain tentunya untuk proyek-proyek yang baru alias green field dari mulai kesiapan lahan, perizinannya, hingga analisis ESG (Environmental, Social, Governance) sebelum proses kerjasama itu menjadi tanggung jawab pemerintah dan seharusnya sudah dipersiapkan sebelum proyek itu dilelangkan.

Akan tetapi, kata dia, tidak sedikit proyek dengan skema KPBU ini tidak jadi dilelangkan karena berbagai macam faktor.

“Salah satu faktor yang menyebabkan proyek tersebut batal lelang yakni studi kelaikannya yang dilakukan tidak cukup memadai sehingga pihak swasta tidak menarik untuk bekerja sama dalam proyek tersebut,” papar Saifullah.

Selain itu, dia menuturkan, yang menyebabkan proyek tersebut batal dilelang bisa juga karena return (pengembalian investasi) yang ditawarkan (pemerintah) tidak cukup, serta pembagian risikonya tidak tepat antara pemerintah dengan swasta.

“Misalnya risiko yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah, malahan ditanggung oleh pihak swasta,” bebernya.

Tak sampai disitu, tantangan lainnya yang kerap kali dihadapi yakni kondisi ketidakpastian terhadap kurs (nilai tukar). Misalnya seperti kontrak di Proyek Migas dimana kenaikan kurs melebihi batas kewajaran menjadi tanggung jawab pemerintah, sementara jika kurs mengalami kenaikan dalam batas yang wajar masih menjadi tanggung jawab pihak swasta.

“Begitu juga dengan inflasi, mengenai kondisi seperti ini mengharuskan pemerintah dan swasta untuk duduk bersama untuk mencari solusi yang terbaik,” ungkapnya.

Meski demikian, pembiayaan dengan skema KPBU ini bisa menjadi opsi pemerintah dalam melakukan pembangunan infrastruktur di dalam negeri agar penyediaan layanan dapat lebih cepat diterima masyarakat.

Skema KPBU secara potensial dapat mendukung peningkatan kualitas dan bisa mengurangi tekanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk mengalokasikan belanja modal untuk konstruksi di awal proyek sehingga bisa diharapkan mengurangi keseimbangan primer negatif.

Akan tetapi, sebetulnya skema KPBU juga memiliki banyak keunggulan lain yang dalam beberapa hal juga bisa meningkatkan kualitas APBN secara langsung maupun tidak langsung.

Pertama, skema KPBU ini dapat menciptakan penganggaran yang lebih baik, karena dapat menurunkan biaya tidak terduga termasuk beberapa cost overrun maupun time overrun.

Penganggaran yang lebih baik juga dapat diciptakan dari linkage yang kuat antara budget dan performance karena dalam skema KPBU, pembayaran untuk layanan infrastruktur bisa dihubungkan dengan kualitas tersedianya layanan.

M. Saifullah President Director PT Anagata Dhia Karya Mandiri (Adhikari). Dok. Ist

Kedua, skema KPBU juga bisa diharapkan untuk meningkatkan kualitas layanan publik karena keterlibatan swasta dalam desain proyek serta dinamika yang diciptakan dalam skema KPBU dalam proses pelelangan bisa mendorong inovasi dan efisiensi yang lebih baik.

Ketiga, manfaat yang lain adalah adanya akuntabilitas yang lebih tinggi dari proyek KPBU karena dalam pelaksanaannya, proyek KPBU melibatkan lebih banyak stakeholders yang memonitor proyek secara lebih detail, tidak hanya pemilik proyek (PJPK) saja tetapi juga pihak badan usaha dan juga penyedia dana (lenders).

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan bahwa selama KPBU ini menjadi salah satu bentuk inovasi pembiayaan infrastruktur.

“Skema KPBU hadir sebagai salah satu bentuk inovasi pembiayaan infrastruktur untuk menjawab funding gap sebesar 70 persen, mengingat hanya sebesar 30 persen dari kebutuhan investasi yang dapat didanai oleh APBN,” ujar Herry Trisaputra Zuna dalam sebuah kesempatan.

Perkembangan Pembiayaan KPBU

Daftar 30 Proyek KPBU dengan Nilai Investasi Rp332,59 Triliun. Foto: Dokumentasi Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR

Menurutnya, KPBU sendiri sebagai sebuah kebijakan bukanlah hal yang baru bagi Indonesia. Secara historis, pengadaan infrastruktur publik oleh swasta bahkan sudah menjadi bagian dari khazanah pembangunan infrastruktur di zaman kolonial seperti ditunjukkan pada praktek pembangunan kereta api dan juga listrik serta pelabuhan di Jawa dan pulau-pulau besar lainnya.

Secara formal, kebijakan lintas sektor terkait dengan KPBU telah diinisiasi sejak tahun 1998 melalui diperkenalkannya Keppres Nomor 7 Tahun 1998 yang mengatur tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur.

Setelah dikeluarkannya kerangka kebijakan KPBU yang pertama tersebut, implementasi kebijakan KPBU di Indonesia mengalami banyak dinamika. Setelah lama berhenti karena krisis ekonomi di akhir tahun 1990-an, kebijakan penggunaan KPBU muncul lagi di tahun 2005 ditandai dengan munculnya kerangka kebijakan KPBU baru di bawah Perpres 67 tahun 2005 beserta daftar beberapa proyek yang ditawarkan oleh Pemerintah melalui PPP Book atau melalui daftar-daftar yang lain. Pada periode ini, belum banyak proyek KPBU yang disusun berdasarkan kerangka kebijakan yang ada.

Setelah tahun 2010, beberapa kebijakan baru diperkenalkan untuk mendukung kebijakan mendorong KPBU termasuk beberapa instrumen yang dikelola oleh Kementerian Keuangan seperti Penjaminan Pemerintah untuk Proyek KPBU, Fasilitas penyiapan proyek (atau dikenal dengan nama Project Development Facility atau PDF), Dana Dukungan Kelayakan Proyek (atau Viability Gap Fund yang sering disingkat sebagai VGF).

Instrumen-instrumen tersebut dikembangkan untuk mendukung pelaksanaan skema KPBU terutama dari sisi-sisi yang diidentifikasi menjadi permasalahan yang menjadi kendala pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya.

Selain itu, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga membangun fasilitas dukungan program KPBU melalui pendirian institusi-institusi pendukung termasuk yang dibentuk sebagai BUMN seperti PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) maupun yang berbentuk unit dalam Pemerintahan seperti Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (Direktorat PDPPI) maupun Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

Di luar Kementerian Keuangan, keberadaan beberapa institusi seperti Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) juga mendukung terlaksananya skema KPBU. Antusiasme tersebut juga muncul di institusi Pemerintahan lain seperti Bappenas, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) dan juga di kementerian lain dalam Pemerintahan.

Meskipun kebijakan untuk memanfaatkan skema KPBU dalam pembiayaan infrastruktur telah lama diinisiasi, tetapi hingga beberapa tahun yang lalu belum banyak proyek KPBU yang bisa dilaksanakan dengan sukses sesuai yang diatur dan dikembangkan dalam kerangka kebijakan KPBU.

Sebagaimana disebutkan di atas, beberapa permasalahan menjadi kendala pelaksanaan proyek KPBU termasuk isu penyiapan proyek yang tidak cukup kredibel, risiko politik yang terlalu tinggi atau tingkat kelayakan finansial proyek yang marginal.

Seiring dengan respon kebijakan Pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, termasuk dengan mengembangkan fasilitas pendukung berupa dana penyiapan proyek, dana dukungan kelayakan maupun penjaminan Pemerintah, maka satu demi satu proyek-proyek KPBU mulai bisa dijalankan.

Baca Artikel Selanjutnya :

Exit mobile version