Site icon Konstruksi Media

Orasi Ilmiah Prof. Harun Al-Rasyid: Apakah Kemacetan Kota Bisa Diatasi?

Konstruksi Media – Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Ir. Harun Al Rasyid Lubis, M.Sc.(Eng), Ph.D., menyampaikan orasi ilmiah dalam Forum Guru Besar ITB yang dilaksanakan secara daring, Sabtu, (6/8/2022).

Dalam naskah orasi ilmiah tersebut, Harun Al-Rasyid mengangkat isu mengenai kemacetan yang terjadi di kota/kabupaten di Indonesia. Adapun tema yang diangkat olehnya yakni “Apakah Kemacetan Kota Bisa Diatasi?, Transfer Pengetahuan dan Kegagalan Kebijakan”.

Harun menyampaikannya, dalam kajiannya dirinya meninjau tentang pengalaman transfer pengetahuan dan kebijakan dalam mempersiapkan perencanaan dan implementasi pembangunan infrastruktur transportasi perkotaan, sebagai pembelajaran bagi pengembangan angkutan perkotaan di Indonesia.

“Penyampaian orasi ilmiah ini merupakan bentuk tanggung jawab atas tegaknya integritas moral dan etika atas jabatan Guru Besar dalam bidang Perencanaan dan Rekayasa Transportasi dan manifestasi nyata ruh kecendekiaan di lingkungan Institut,” ungkapnya, mengutip isi kajian yang ditulis Harun, Minggu, (7/8/2022).

Sebelum masuk ke pembahasan, dia mengatakan, “Satu-satunya obat yang paling efektif untuk mengurai kemacetan kota adalah dengan menghubungkan kawasan industri dan bisnis dekat ke kawasan pemukiman sehingga sebagian besar personel mereka dapat berjalan kaki atau bersepeda ke tempat kerja, atau menggunakan bus umum, atau kereta api. Dengan mendorong semua lalu lintas ke
jalan raya berkecepatan tinggi (seperti jalan tol) kita membebani jalan itu dengan beban yang dijamin akan memperlambat lalu lintas pada jam sibuk hingga harus
merayap sehari-hari; dan jika kita mencoba untuk memperbaikinya dengan melipatgandakan jalan (tol) lagi, kita hanya menambah reruntuhan kota dengan melempar bagian-bagian kota semakin jauh dari inti kota dalam bentuk massa tak beraturan semi-perkotaan yang tersebar tipis.”(Mumford, L, 1961, The city in history, Penguin, Harmondsworth. England).

Menurutnya, salah satu isu kronik di kota-kota besar yang semakin padat penduduknya adalah kemacetan. Sejak awal 1970-an membenahi layanan
transportasi kota di tanah air terus dilakukan dengan berbagai pendekatan dan upaya.

“Kala itu bantuan teknis asing mulai mendiagnosa problem transportasi di kota-kota besar terutama Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. Hingga saat ini institusi bilateral maupun
multilateral silih berganti telah berulang kali melaksanakan bantuan teknis, dan sebagian terus-menerus melakukan pemutakhiran untuk tujuan khusus, seperti halnya kajian JICA (Japan International Cooperation Agency) di kawasan Jabodetabek (JUTPI- Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration),” imbuhnya.

Salah satu isi naskah orasi ilmiah yang ditulis oleh Prof. Harun Al-Rasyid Lubis. Dok. Tangkapan Layar.

Selanjutnya, menurut dia, di berbagai kota di tanah air di bawah koordinasi Bappenas kini juga tengah berlangsung penyiapan Rencana Mobilitas Kota (Urban Mobility Plan /UMP) dalam setiap kajian biasanya melibatkan mitra lokal.

“Tim kajian bersama Pemerintah Daerah setempat membuat diagnosa dan
memberikan rekomendasi pembenahan transportasi perkotaan untuk
masa 20 s.d 30 tahun yang akan datang. Selama proses itu, terjadilah
transfer pengetahuan dan transfer kebijakan tentang perencanaan dan
rekayasa transportasi,” katanya.

Baca Juga : Penerapan Housing Urban Development dalam Pembangunan TOD

Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara itu menuturkan, transfer pengetahuan dan kebijakan tentang pembenahan
transportasi kota dari manca negara ke tanah air berlangsung dengan
banyak cara dari berbagai sumber dan sudah berlangsung puluhan tahun.

Dia mengatakan, setidaknya sejak 50 tahun silam, ketika itu kerangka, model dan
untuk mendiagnosa mulai diimpor dari negara maju. Secara formal ada
sejumlah kalangan professional baik di pemerintahan maupun swasta, termasuk para dosen pernah mengenyam pendidikan pasca sarjana terkait bidang perencanaan dan rekayasa transportasi di berbagai negara di manca negara.

“Bertumbuhnya CSO (Civil Society Organization) masyarakat dan warga setempat dalam advokasi angkutan kota juga menambah ruang keterlibatan publik dalam proses perencanaan, kebijakan dan pembangunan infrastruktur transportasi,” ujarnya kembali.

Ia mengatakan, para wakil rakyat
dan birokrat juga sering melakukan studi banding ke luar negeri dalam berbagai aspek tentang pengembangan kota. Masing-masing membawa kesan dan pesan tersendiri.

“Mereka semua membawa persepsi dan
inspirasi ke tanah air dalam mempersiapkan beragam kajian Masterplan Feasibility Study bahkan sampai perancangan dan proyek-proyek strategis di tanah air. Namun evaluasi dan pikir ulang tentang sejauh apa dan seberapa efektif transfer pengetahuan dan efektivitas kebijakan dalam pencapaian tujuan pengembangan mobilitas kota yang
berkelanjutan masih sangat langka dilakukan,” papar dia.

Ilustrasi Kemacetan Lalu lintas di Kota Jakarta. Dok. Ist.

Dijelaskan olehnya, pada proses perencanaan dan pembuatan keputusan pembangunan transportasi perkotaan memang akhirnya bagian dari proses politik, dan terus menjadi diskursus publik dan polemik karena akan berdampak luas
kepada masyarakat.

Selanjutnya, keputusan akhir yang diambil serta proses yang dilalui sangat bergantung kepada perkembangan demokrasi, sistem sosial politik pemerintahan, peraturan perundang-undangan, dokumen perencanaan dan kebijakan yang telah disepakati serta sumber daya yang tersedia.

“Perbedaan pembuatan keputusan di setiap negara tergantung sejauh apa setiap keputusan dan kebijakan penting berproses secara transparan dan demokratis, dengan mengedepankan pengetahuan dan bukti-bukti keras, bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik dijalankan dalam persiapan perencanaan, serta konsistensi implementasi kebijakan secara berkelanjutan,” imbuhnya.

Selain itu, di tengah proses demokratisasi, Indonesia masih terus berproses
membenahi tata kelola perencanaan kota dan pembangunan infrastruktur
perkotaan yang inklusif.

“Proses dan pengalaman dalam keputusan
membangun Ibu Kota Negara yang sedang berjalan saat ini contoh nyata yang kita hadapi. Secara periodik dan seiring dengan adanya pergantian pimpinan daerah bahkan presiden, perjalanan panjang membenahi transportasi kota menjadi diskursus dan perdebatan publik yang tak
henti,” beber dia.

Menurut penulis, proses dan mekanisme pembuatan keputusan sejak dari tahap persiapan perencanaan hingga implementasi memang belum diatur secara seksama dan ketat, temasuk cara penilaian (Appraisal Feasibility Study), dalam bingkai regulasi yang baku dan utuh.

Pengetahuan dan norma/standar teknis perencanaan untuk mendukung pelaksanaan penilaian yang, masih banyak yang perlu dilengkapi. Sekarang masih ada kekosongan prosedur pendukung di dalamnya, akhirnya proyek yang seyogyanya berupa alat untuk mencapai tujuan, dalam prakteknya bergeser menjadi tujuan utama.

“Beragam teknologi, manajemen aset dan prosedur baru yang ingin diadaptasi dan kelak dipraktekkan, menjadi gagap kita tanggap,” tutur dia.

Seperti misalnya, kondisi Covid-19 membuat perencanaan transportasi kota yang konvensional harus beradaptasi dengan kondisi yang ada. Hampir semua cara kerja perencanaan dan proses bisnis pengelolaan infrastruktur pada
umumnya dan transportasi pada khususnya harus agar
mempertimbangkan aspek perubahan iklim (climate change), kebertahanan (resilience) dan kesehatan (well being).

Pimpinan kota semua didesak dalam pencapaian target Sustainable Development Goals (SDG) maupun target netral karbon tahun 2060, sambil menyiapkan strategi pasca Pandemi Covid-19.

Terlebih lagi baru-baru ini peraturan mengenai pajak karbon pun sudah
diundangkan dan sedang persiapan untuk diimplementasi. Rencana akan dimulai dari sektor pembangkit dan cepat lambat merambah diterapkan ke sektor industri dan transportasi.

Sementara, di sisi lain masa penantian implementasi pajak kemacetan sebagai pengganti 3 in 1 di Jakarta terus mengalami penundaan pengadaan berkali-kali. Kebijakan- kebijakan seperti ini sangat erat kaitannya dengan target penyelenggaraan transportasi kota yang berkelanjutan.

“Di tengah ketidakpastian penyelesaian krisis multidimensi dalam percepatan pelayanan angkutan perkotaan, kini ada antusiasme dalam menyongsong potensi penerapan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) untuk meningkatkan effisiensi operasi angkutan,” ungkapnya menjelaskan.

Saat ini masyarakat sudah terbiasa dengan layanan angkutan (daring), termasuk berbelanja online. Potensi pengembangan layanan daring dan diskursus transformasi digital kini menjadi topik paling hangat
diperbincangkan hampir di semua sektor kehidupan.

“Sebagai contoh adalah ide Smart City dengan perangkat infrastruktur pengolah big data dan penerapan Mobility as a service (MaaS) untuk memadukan layanan angkutan perkotaan yang tersaji pada saat diperlukan, dapat dipesan melalui smartphone. Apakah semua perkembangan digitalisasi transport ini akan membawa perbaikan kinerja angkutan perkotaan,” katanya kembali.

Naskah orasi ini mencoba melakukan tinjauan dan pemikiran ulang tentang
pengalaman transfer pengetahuan dan kebijakan dalam mempersiapkan
perencanaan dan implementasi pembangunan transportasi perkotaan
dengan beberapa pertanyaan kunci antara lain:

Pertama, apa saja tantangan dan
halangan yang paling mendasar dalam melakukan transfer pengetahuan,
model ataupun praktek perencanaan transportasi dari negara maju ke
negara berkembang?

Kedua, apa saja tantangan dan pengalaman dalam mengimplementasi rencana-rencana pembangunan infrastruktur transportasi perkotaan selama ini?

Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Prof. Harun Al-Rasyid Lubis. Foto: Istimewa

Ketiga, dalam memasuki era digital,
apakah ada pemikiran baru untuk menyempurnakan proses dan praktek
perencanaan transportasi?

Keempat, dengan masifnya sumber data, apakah masih diperlukan peran perencana transportasi dalam era digital, dan.

Kelima, agenda perbaikan dan agenda riset apa yang dibutuhkan untuk penyempurnaan praktek perencanaan transportasi dimasa yang akan datang?

Sebagai penutup, dirinya menyampaikan beberapa hal salah satunya yakni

Pesan yang sudah disampaikan dalam orasi singkat ini telah disusun
sedemikian rupa guna memberikan gambaran terkait urgensitas kita
dalam menyelesaikan permasalahan kemacetan kota melalui penguraian
mendalam, mulai dari sisi dasar transportasi, tata ruang, pengambilan keputusan, dan juga contoh kasus yang ada.

Solusi dan ide yang dapat digunakan demi menyelesaikan problematika kemacetan kota di Indonesia pun sudah dijabarkan. Melalui topik yang sudah diangkat, penting bagi kita untuk melakukan refleksi diri guna berbenah menuju Indonesia yang lebih baik.

Adapun beberapa kesimpulan akhir yang dapat diringkas sebagai berikut:

  1. Pendekatan strategis seperti persiapan UMP
    bagi kota – kota besar di Indonesia harus dijalankan secara lebih
    partisipatif.
  2. Rencana strategis harus dikaitkan dengan kemampuan
    pendanaan yang eksplisit dan terukur.
  3. Pemerintah harus mempertimbangkan manfaat pembentukan
    badan penasihat independen untuk memberikan saran yang transparan dan ahli tentang strategi infrastruktur, perencanaan dan pengembangan kebijakan lintas sektoral jangka panjang, serta prioritas untuk investasi infrastruktur jangka menengah hingga jangka panjang.
  4. Pengaturan pembentukan badan independen harus membahas
    prinsip-prinsip tata kelola regulator yang baik.
  5. Penilaian proyek infrastruktur harus
    didasarkan pada metodologi yang konsisten, proses perencanaan
    yang transparan dan dilengkapi dengan kode-kode yang
    dibakukan.

Baca Artikel Selanjutnya :

Exit mobile version