Site icon Konstruksi Media

Pakar ITS Ini Ingatkan Semua Pihak Patuhi Peta KRB Gunung Semeru

Konstruksi Media – Pakar geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) M Haris Miftakhul Fajar menyampaikan bahwa aktivitas gunung api seperti erupsi di Semeru merupakan siklus. Menurutnya, karena hukum alam, aktivitas tersebut pasti akan mengalami perulangan.

“Tetapi tidak perlu panik dan harus tetap waspada, sadari bahwa Gunung Semeru saat ini sedang melakukan rutinitasnya. Sehingga, sudah sepatutnya kita berbagi waktu dan ruang secara selaras dengannya,” ujar Haris dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (8/12/2021).

Lebih lanjut Haris mengingatkan, agar semua pihak dapat mematuhi peta kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Semeru yang telah dibuat PVMBG. Berdasarkan peta tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu area yang paling berdampak dan berpotensi alami kerusakan paling masif adalah Desa Cupiturang.

“Di kawasan seperti itu, jika musibah masih terjadi setelah adanya peringatan, tentu menambah keprihatinan kita semua,” katanya.

Oleh karena itu, hal ini patut dijadikan pelajaran, bahwa penting kiranya penataan ruang juga didasarkan pada Peta KRB. Serta, kepada masyarakat dan relawan yang bekerja dalam proses evakuasi saat ini, ia pun mengingatkan agar senantiasa mewaspadai kemungkinan adanya guguran material vulkanik susulan.

Untuk memastikan itu, pengamatan kondisi endapan material perlu segera dilakukan saat cuaca mendukung dan pandangan telah terbebas dari kabut. “Waspadai juga adanya potensi erupsi susulan akibat lapisan penutup yang menahan tekanan telah berkurang,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Gunung Semeru merupakan gunung api yang biasa mengeluarkan gas beserta material vulkanik setiap 30 – 60 menit, dengan letusan berintensitas kecil.

Hal ini yang membedakan Gunung Semeru dengan gunung api lain, seperti Gunung Merapi atau Gunung Kelud. “Semeru jarang meletus dalam skala besar, karena secara teratur menyalurkan tekanan dan material vulkaniknya dari dalam dapur magma ke permukaan bumi,” jelas Haris.

Haris menjelaskan, dapat dikatakan keuntungan karena pengumpulan tekanan besar di dalam dapur magma dapat sedikit dihindari. Erupsi yang terjadi di Gunung Semeru pascaguguran vulkanik terjadi dan tekanan bagian penutup berkurang, masih berlangsung pada erupsi skala kecil. Hal ini menunjukkan tekanan dan material di dapur magma Gunung Semeru tidak terlalu besar.

Di sisi lain, kata dosen asal Blitar ini, karakter tersebut juga harus diwaspadai karena material erupsi hanya terkumpul di sekitar kawasan puncak. “Sewaktu-waktu longsoran akan mudah terjadi, apabila telah mencapai batas ketidakstabilan lereng,” tambahnya.

Sampai saat ini pun, status Gunung Semeru berada pada level waspada karena aktivitas vulkanik tidak menunjukkan peningkatan signifikan yang mengindikasikan adanya erupsi besar.***

Exit mobile version