Site icon Konstruksi Media

Pembangunan Infrastruktur, Prof Harun Al-Rasyid: Investor Masih wait and See

Konstruksi Media – Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Harun Al-Rasyid Lubis menyebut saat ini di sektor pembangunan infrastruktur investor masih wait and see hingga tahun 2024.

“Investor masih wait and see, kecuali project yang potensial dan sudah berjalan. Intinya mereka itu akan menunggu 2024 apa hasilnya dan pemerintah yang baru,” ungkap Prof Harun dalam sebuah diskusi secara online yang mengangkat tema Grand Desain Infrastruktur 2045, sebagaimana diberitakan, Selasa, (6/9/2022).

Dia mengungkapkan, tak terasa dua tahun tersisa Jokowi memimpin. Semua pihak harap-harap cemas. Akankah debut dan ritme pembangunan infrastruktur masih bisa terjaga pasca 2024? Lantas apa langkah yang paling realistis dan risiko yang masih terkendali bila ingin digas lagi pasca 2024 ? Mengingat akumulasi beban defisit operasi yang akan berkepanjangan, menjadi risiko fiskal tersendiri , terutama bagi operator BUMN, seperti jalan tol Sumatera ataupun Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung.

Meski demikian, dia mengungkapkan program yang dijalankan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam menggaet investor untuk melakukan investasi di Indonesia patut diacungi jempol.

Bagaimana tidak, BKPM berhasil membawa investor asal Korea Selatan untuk membangun pabrik baterai untuk kendaraan listrik di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah dengan nilai investasi mencapai USD 9,8 miliar atau sebesar Rp 144,4 Triliun.

Dalam pembangunan pabrik baterai untuk kendaraan listrik tersebut, nantinya akan menyerap sekitar 20 ribu tenaga kerja.

“Hebatnya yang dilakukan oleh Menteri BKPM Bahlil Lahadalia, mereka gas terus mengajak investor-investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia seperti yang ada di KIT Batang,” terangnya.

Akan tetapi, lanjutnya, untuk investor yang lain masih wait and see menunggu hasil pergantian kepemimpinan.

“Intinya menjelang 2024, khususnya di 2023 akan sangat berhati-hati untuk melakukan closing investasi khususnya FDI (Foreign Direct Invesment),” ucap dia.

Menurutnya, semua investor saat ini merasa harap-harap cemas dengan kelanjutan dari semangat kepemimpinan yang baru nantinya.

Dia menyebutkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode ini telah melaksanakan istilahnya itu make it happen dari pada sebelumnya.

Baca Juga : Guru Besar ITB Beberkan Kunci Sukses Sistem Transportasi Nasional

Seperti halnya urusan pembangunan jalan tol di Pulau Jawa sebenarnya proyek-proyek lama yang dikebut dimasa kepemimpinan presiden sekarang. Kemudian Peraturan Presiden (Perpres) lama juga di munculkan kembali dibalut dengan kemasan baru. Padahal isinya proyek-proyek strategis lama semua,” kata dia.

Dia menegaskan, sudah pasti soal pembangunan infrastruktur sangat kental dengan nuansa politiknya.

Sementara, dalam diskusi tersebut, juga menghadirkan CEO PT Pembangunan Investasi Indonesia yakni Leny Maryouri. Dia mengatakan saat ini pemerintah terlalu fokus untuk melakukan pembangunan dalam jangka panjang, sehingga melupakan pembangunan jangka pendek.

Prof Harun Al Rasyid: Jangan Jadikan IKN Kawasan Kota Hantu. Dok. Ist

“Seharus ini ada keberimbangan. Sekarang kita menyadari adanya keterbatasan soal fiskal, dan fiskal ini nantinya akan kemana dalam waktu dua tahun ke depan hingga 2024. Sementara disisi lain banyak investor saat ini memilih wait and see,” tutur Leny.

Menurutnya, untuk sektor swasta, sebagaimana yang telah banyak diskusi dengannya ada beberapa investor, mereka menyatakan akan berpartisipasi dalam proses procurement. Akan tetapi, lanjutnya, untuk proyek yang masih dalam tahap perencanaan, mereka (para investor) cenderung mempelajari sebelum memutuskan untuk mengikuti proses procurement, dengan harapan di atas 2024 bisa langsung on going.

“Jadi bisa dikatakan ada sisi optimistis dari sisi calon investor yang akan ke proyek-proyek yang sifatnya massif investment. Karena (investor) menganggap Indonesia memiliki potensi untuk berinvestasi dengan growth (pertumbuhan) yang sangat tinggi, dibandingkan di Eropa dan negara lainnya,” papar Leny

“Kalau di Eropa cenderung stabil ya. Growth rendah tetapi pergerakan ekonominya stabil dan cepat. Kalau di Singapura kan lebih banyak, mereka bisa dikatakan sudah mulai stabil dengan keberadaan infrastruktur dan mereka lebih mengarah ke teknologi faster services dan trading system,” sambungnya.

Sementara itu, jika dilihat dari sisi infrastruktur, Indonesia di rasa masih sangat kurang, akan tetapi saat ini pemerintah tengah melakukan berbagai tahapan-tahapan dalam pembangunan infrastruktur.

Dirinya sempat menyinggung pembangunan Ibu Kota Baru (IKN) Nusantara, yang akan berlangsung hingga 2045 mendatang. Dia mengungkapkan seharusnya pembangunan IKN Nusantara itu dapat di tahan dulu, melainkan pemerintah lebih baik membangun 10 kota baru ketimbang Ibu Kota Baru dengan dana Rp 80 Triliun.

“Harusnya (pemerintah) melakukan perencanaan membangun 10 kota baru, harusnya jika ada yang anggarannya sebesar Rp 80 Triliun dalam waktu 3-4 tahun ke depan untuk IKN itu harusnya Rp 80 triliun untuk membangun 8 kota tersebut dan itu akan lebih mempercepat pertumbuhan ekonominya,” ungkapnya.

Menurutnya, kalau memang Pemerintah masih berfokus pada infrastruktur berskala besar, saat ini sektor swasta atau investasi asing maupun investor mana saja, mereka mengharapkan harus di secure oleh Political. Artinya fiskal budget yang juga harus men-secure risiko return investment-nya.

Dia menuturkan, untuk mendapatkan return investment yang jalankan oleh pemerintah paling tidak harus kembali ke masa sebelumnya yakni membangun infrastruktur secara besar-besaran, sehingga pemerintah sudah memiliki planning untuk men-trigger-nya.

Sementara itu, Arnold Mamesah dalam diskusi tersebut mengungkapkan investasi yang dilakukan oleh investor tersebut tidak akan langsung dapat dirasakan pada tahun berikutnya, melainkan dapat dirasakan 3-5 tahun setelah dilakukannya investasi tersebut.

“Sekarang yang terpenting bagaimana pemerintah dapat melakukan pembangunan infrastruktur dan investment menjadi hal yang menarik, sehingga investor akan melakukan investasi tanpa harus menunggu setelah tahun 2024,” ujar Arnold.

Meski investor saat ini sedang harap-harap cemas dalam melakukan investasi di sektor pembangunan infrastruktur maupun lainnya.

Pelabuhan Sanur. Foto: Dokumentasi Gapura Bali

Menurut, Ketua Himpunan Ahli Pelabuhan Indonesia (HAPI) Wahyono Bimarso, melihat hal tersebut, investasi kapal itu di sebagai sebuah infrastruktur.

Dirinya juga mengajak semua pihak untuk tergabung dalam perhelatan International Sea Port Shipping and Logistic Expo Conference (ISPEC) 2022 yang akan diselenggarakan pada 21 dan 22 September 2022 mendatang.

“Dalam perhelatan tersebut ada empat hal yang akan menjadi pembahasan yakni sesi pertama mengenai port (pelabuhan) dan sesi kedua mengenai shipping, sesi ketiga mengenai logistik dan sesi keempat mengenai port tourism,” kata dia.

Kembali, Wahyono mengungkapkan, dalam penyelenggaraan tersebut sudah ada beberapa surat dukungan dari Kementerian/Lembaga diantaranya Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemententerian PPN/Bappenas), Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KKP), dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Dari beberapa Menteri tersebut mereka menyatakan dirinya siap menjadi keynote speech disetiap sesinya.

“Yang kita undang pembicara utamanya yakni ketua asosiasi yang ada hubungannya dengan maritim. Selain itu juga diundang para gubernur-gubernur yang kaitannya berhubungan dengan port tourism (sektor pariwisata),” jelas Wahyono.

Dia mengungkapkan selama ini Cruise Ship (kapal pesiar) menjadi salah satu penghasil devisa terbesar, dan selama ini untuk kapal pesiar yang besar banyak mampir ke Singapura, sementara untuk kapal pesiar dengan kapasitas kecil mampir ke Indonesia.

“Untuk itu, ke depan kita menginginkan agar kapal pesiar dengan kapasitas besar dapat berlabuh di Indonesia dan menajdi pusat. Jika sebelumnya pusatnya berada di Singapura, Thailand, ke depan kita ingin pindahkan jadi di Indonesia seperti di Pelabuhan Belawan, Benoa bila perlu di Sorong-Raja Ampat, atau di Bitung,” imbuhnya.

Selanjutnya, dirinya mengatakan bahwa yang namanya infrastruktur ,investasi kapal juga dikatakan infrastruktur bukan hanya teknik sipil.

“Sekarang ini kenapa kita tidak bisa maju di sektor tersebut, padahal kita cukup banyak komoditi-komoditi bisa di ekspor dan impor. Yang saya bicara disini untuk angkutan peti kemas untuk mengangkut logistik. Karena nilai tambah angkutan peti kemas itu sangat besar akan tetapi, untuk armada yang dimiliki Indonesia tidak bisa melayani hingga ke luar negeri, melainkan untuk angkutan ke luar negeri di kuasai oleh asing,” imbuhnya.

Lantas kenapa ekspor kita selalu FOB (Free On Board) hanya sampai ke pelabuhan terdekat, dan selanjutnya dari pelabuhan terdekat tersebut untuk melakukan pengiriman ke luar negeri masih di kuasai oleh pihak asing, termasuk sisi asuransi dan pengurusan dan lainnya.

“Kalau kita punya visi tentang itu, misalnya angkutan kita CIF (Cost Insurance and Foreight ) atau CNF (Cost and Freight) kita dapat nilai tambah. Akan tetapi sekarang yang mendapat nilai tambah itu dari pihak asing semua, padahal dari komoditi ekspor kita banyak oleh sebab itu, investasi kapal itu kita anggap infrastruktur,” imbuhnya.

Baca Artikel Selanjutnya :

Exit mobile version