Site icon Konstruksi Media

Indonesia Kekurangan Insinyur

Konstruksi Media, Jakarta– “Hai orang kampung, anak gue Si Doel dah lulus sarjana, sekarang jadi tukang insinyur,” teriak Babe Sabeni (diperankan alm Benyamin Sueb) dalam serial ‘Si Doel Anak Sekolahan’ yang sempat kondang di pertengahan tahun 1990-an.

Menjadi insinyur adalah dambaan setiap anak Indonesia, selain menjadi dokter. Menjadi insinyur adalah lambang keberhasilan orangtua dalam menyekolahkan anaknya ke jenjang tertinggi, sebagaimana Babe Sabeni.

Namun dambaan tak mesti selalu bermuara kenyataan. Jumlah profesi insinyur di Indonesia nyatanya tak sebanyak dambaan anak-anak Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, per tahun 2022 terdapat sekitar 1,45 juta Sarjana Tenik (ST) dan setiap tahunnya pendidikan tinggi mencetak sekitar 27 ribu ST.

Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih 273 juta jiwa, maka rasio ST per satu juta penduduk berada di angka 5.300. Dari jumlah itu, hanya sebagian kecil saja yang sudah melanjutkan ke Program Studi Program Profesi Insinyur (PS-PPI) dan meraih gelar profesi Insinyur.

Berdasarkan data Kemendikbud Ristek itu pula, saat ini terdapat sekitar 2.671 insinyur per satu juta penduduk.

Menurut Rektor Institut Tekonologi Sepuluh November (ITS) Prof Dr Ir Mochamad Ashari MEng, angka tersebut terbilang rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam yang memiliki 9.000 orang insinyur per satu juta penduduk. 

“Bahkan, Korea Selatan memiliki 25.000 insinyur per satu juta penduduk,” kata Prof Ashari dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi Konstruksi Media, Sabtu (27/4/2024).

Dikatakan, insinyur memegang peran penting dalam membangun negara. Pasalnya, insinyur merupakan sosok yang bertanggung jawab atas pembangunan infrastruktur, industri penghasil produk, hingga menciptakan alat transportasi.

ITS sendiri pada Sabtu (27/4/2024) melantik 163 insinyur baru dari PS-PPI di Hotel Swiss-Belhotel, Surabaya.

Rektor ITS Prof Dr Ir Mochamad Ashari MEng (tengah depan) bersama para insinyur yang dilantik setelah prosesi pelantikan di Grand Swiss-Belhotel Surabaya, Sabtu (27/4/2024). (Foto: Humas ITS)

Selaras dengan Ashari, Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) wilayah Jawa Timur yang diwakili Ir R Pius X Rooswan Happmono ST MT mengungkapkan bahwa kurangnya kebutuhan insinyur tersebut harus menjadi perhatian bersama. “Salah satu yang berperan penting adalah perguruan tinggi,” ucap Pius mengingatkan.

Lebih lanjut, Pius juga mengapresiasi keseriusan ITS dalam kontribusinya mencetak insinyur-insinyur baru di Indonesia. Hingga saat ini, ITS telah berhasil mencetak 1.107 insinyur dan menjadi perguruan tinggi pencetak insinyur terbanyak di Jawa Timur. “Kontribusi ini penting mengingat besarnya kebutuhan insinyur dalam negeri,” tuturnya.

Sementara dalam cakupan nasional, tambah Pius, ITS menempati empat besar perguruan tinggi pencetak insinyur terbanyak. Langkah visioner ITS ini diharapkan dapat diikuti oleh perguruan tinggi lain.

“Kami berharap bisa mendirikan PS-PPI di perguruan tinggi lain untuk dapat memenuhi kebutuhan insinyur di Indonesia,” harapnya.

Soal Indonesia kekurangan insinyur, sempat disinggung Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam kongres Persatuan Insinyur Indonesia (PII) tahun 2021 lalu yang menyebut bahwa jumlah insinyur Indonesia masih sangat sedikit.

Jika dihitung, Indonesia masih memerlukan 300 ribu insinyur, bahkan dalam konteks tertentu, Indonesia masih membutuhkan 1 juta insinyur.

Sejak pemerintah membuka PS-PPI pada 2016, saat ini tercatat ada 49 perguruan tinggi yang menyelenggarakan Program Studi Program Profesi Insinyur (PS-PPI). (Hasanuddin)

Exit mobile version