Site icon Konstruksi Media

Merusak Badan Jalan, Dewan Desak Pemprov Evaluasi Proyek Sumur Resapan

Konstruksi Media – Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Wahyu Dewanto mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengevaluasi proyek sumur resapan. Saat ini, tidak sedikit sumur resapan yang merusak badan jalan.

Dia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar sebisa mungkin tidak membangun sumur resapan di badan jalan.

“Karena justru merusak jalanan yang sebelumnya mulus menjadi bergelombang atau retak-retak,” ujar Wahyu dilansir RMOL, Kamis (2/12/2021).

Diakuinya, pembuatan sumur serapan yang massif diyakini mampu mencegah banjir sekaligus menambah cadangan air tanah. Bahkan, pengembangan sumur serapan kini juga mampu mengurangi timbunan sampah plastik non-ekonomis.

Sumur resapan atau drainase vertikal terus dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta di sejumlah titik. Pada 2022, setiap RT di Jakarta ditargetkan memiliki 60 titik sumur resapan. Pengecualian untuk Jakarta Utara karena memiliki muka air tanah yang rendah.

Namun pembangunan sumur resapan di sejumlah lokasi malah mengundang protes warga. Pasalnya, pembuatan sumur resapan justru merusak jalan dan menghambat pengguna lalu lintas.

Salah satunya terpantau di Jalan Lebak Bulus III, Jakarta Selatan. Karena sebagian ruas jalan retak-retak akibat pembuatan sumur resapan. Warga mengeluhkan kondisi tersebut sebab bisa membahayakan keselamatan pengguna jalan.

Wahyu mendorong Pemprov DKI agar membangun sumur resapan di trotoar atau lahan-lahan taman, sehingga tidak mengganggu pengguna jalan.

“Sumur resapan harus didesain dengan baik dan kokoh serta tidak mengganggu fungsi-fungsi yang ada di permukaan. Artinya kondisi jalan dan trotoar tetap baik,” kata politikus Partai Gerindra ini.

Dalam membangun sumur resapan, lanjut Wahyu, juga harus dipikirkan cara pemeliharaan yang mudah. 

“Mungkin setelah sekian lama perlu juga dibuka untuk dibersihkan. Siapa tahu lumpur mengendap sehingga kemampuan penyerapan airnya berkurang,” kata Wahyu.

Terkait pembuatan sumur resapan di taman-taman, menurut Wahyu, seharusnya mampu menyerap air hujan yang turun sampai curah hujan siklus 10 atau 25 tahunan. Apabila lebih dari itu baru air melimpas ke permukaan. 

 “Misalnya kawasan Monas menyerap 100 persen curah hujan sampai dengan siklus 25 tahunan,” kata politikus Kebon Sirih ini.

Sedangkan apabila terpaksa membuat sumur resapan di jalan, kata Wahyu, diupayakan penempatannya di lokasi-lokasi yang ada fasilitas pejalan kakinya, sehingga tidak mengganggu fungsi badan jalan dan lebih mudah pemeliharaannya.  

“Tetapi desain harus tetap baik dan semaksimal mungkin tidak mencampur air dari limbah rumah tangga ikut masuk ke sumur resapan tersebut,” saran Wahyu.

  Selain itu, untuk lokasi yang terpaksa harus dibuat di badan jalan karena tidak tersedia ruang lain, desain dan kekuatannya harus baik sehingga dijamin tidak merusak badan jalan.

“Dinas Bina Marga dan Dinas SDA harus duduk bersama memastikan hal tersebut,” kata Wahyu.

Wahyu menambahkan, lokasi-lokasi  pemakaman, termasuk sepanjang jalannya juga sangat berpotensi untuk menjadi titik-titik sumur resapan.

Bahkan Jakarta International Stadium (JIS) di Jakarta Utara, dengan perencanaan yang baik bisa dicanangkan menyerap dan menampung 100 persen hujan siklus 25 tahunan. Artinya tidak ada yang mengalir keluar kompleks.

“Bisa juga air tampungannya digunakan untuk keperluan menyiram tanaman atau flushing toilet,” kata Wahyu. ***

Exit mobile version