NEWSRenewable

Aksi Pekerja PLN Tolak Pembentukan Holding-Subholding Didukung Internasional

Konstruksi Media – Aksi penolakan terhadap rencana pembentukan Holding-Subholding BUMN di usaha ketenagalistrikan yang disuarakan oleh Serikat Pekerja PLN Grup mendapat dukungan dari serikat pekerja internasional

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Pegawai PT Indonesia Power (PPIP), Andy Wijaya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (15/9) kemarin.

Andy mengatakan bahwa Public Services International (PSI) ikut menyuarakan penolakan terhadap rencana pembentukan holding-subholding ketenaga listrikan yang diikuti penawaran saham perdana (IPO) yang merupakan upaya privatisasi.

“Sekarang ada dukungan internasional yang meminta Presiden untuk memikirkan kembali program holdingisasi dan privatisasi,” ujar Andy dikutip di Jakarta, Kamis (16/9/2021).

Baca Juga:  Jokowi Buka Peluang Perusahaan Jepang Investasi di IKN Nusantara

PSI merupakan sebuah federasi serikat global yang beranggotakan lebih dari 700 serikat pekerja yang mewakili 30 juta pekerja di 154 negara. Sebagai bentuk dukungan, PSI telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo.

Surat yang ditanda tangani Sekretaris Jenderal PSI, Rosa Pavanelli menyatakan bahwa PSI dan afiliasinya di sektor ketenagalistrikan di Indonesia dengan tegas menolak usaha privatisasi. Terutama melalui merger dari beberapa BUMN dan anak usahanya menjadi satu perusahaan holding.

Dalam surat tersebut Pavanelli mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa usaha apapun untuk memprivatisasi listrik, dalam bentuk apapun, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pasalnya, listrik adalah sektor produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.

Baca Juga:  ITS Ditunjuk Jadi Pelaksana Proyek Kerjasama Inggris dan Surabaya

Oleh sebab itu, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, listrik harus di bawah kuasa negara (Putusan MK perkara No. 001-021-022/PUU-I/2003, Permohonan Judicial Review UU NO. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan pada halaman 334. Putusan MK perkara No. 111/PUU-XIII/2015, Permohonan Judicial Review UU NO. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, halaman 103).

“Listrik adalah kebutuhan, merupakan kepentingan strategis bagi negara dan berdampak pada kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah harus mempertahankan kepemilikannya,” kata Pavanelli.

Privatisasi layanan energi menurut dia akan melumpuhkan akses universal sekaligus menghambat transisi penting menuju pembangkitan listrik rendah karbon.

Laporan terbaru dari International Energy Agency menunjukkan bahwa perusahaan energi swasta tidak mampu melakukan transisi menuju produksi listrik yang rendah karbon, karena aliran keuntungan mereka bergantung pada akses terhadap bahan bakar fosil murah.

Baca Juga:  Mitra Industri Bisa Manfaatkan Fasilitas dan Infrastruktur Riset Milik BRIN

Pavanelli menilai begitu listrik terprivatisasi, prioritas swasta adalah mengelola sistem energi untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Para operator swasta akan menaikkan harga atau meminta subsidi publik yang lebih tinggi.

“Mereka akan mencari alasan untuk tidak menyediakan layanan kepada kaum miskin atau penduduk di wilayah terpencil,” ungkapnya.

Berdasarkan data PSI, banyak negara mengalami kerugian dari privatisasi dan sedang berusaha untuk mengambil kembali kendali atas berbagai layanan publik. Sektor swasta yang menjanjikan investasi baru, efisiensi yang lebih baik dan harga listrik yang lebih rendah secara umum gagal untuk mewujudkannya.***

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button