FINANCEInvestasi

Herry TZ: Perbedaan Mendasar KPBU dan Pengadaan Barang dan Jasa

Capaian kinerja pada KPBU didasarkan pada output BUP yang memiliki kesempatan berinovasi untuk mencapai output maksimal.

Konstruksi Media – Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, ada perbedaan mendasar antara Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dengan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). 

Bila dari aspek  keuangan, kata dia, KPBU tidak membebani 100 % APBN atau APBD untuk biaya konstruksi. Selain itu, pembayaran dilakukan setelah layanan infrastruktur tersedia, dengan bentuk pengembalian dapat berupa user charge, availability payment, maupun bentuk yang lain

 “PBJ membebani APBN atau APBD 100% untuk biaya konstruksi dan pembayan kepada BUP disesuaikan dengan kondisi progres fisik,” kata Herry TZ kepada Konstruksi Media saat disambangi di Gedung Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Ditjen Tata Ruang dan Ditjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah), beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, capaian kinerja pada KPBU didasarkan pada output BUP yang memiliki kesempatan berinovasi untuk mencapai output maksimal. Selain itu, pekerjaan menjadi lebih terintegrasi dan risiko akan ditanggung oleh pihak yang mampu mengatasinya selama masa kerja sama.

“Adanya transparansi akan mengurangi intervensi politik dan meningkatkan value for money,” ujar Herry TZ.

Menurut dia, ada beberapa pertimbangan dasar dalam pemilihan mekanisme KPBU, yakni fokus pengadaan pada penyediaan layanan infrastruktur. Pihak badan usaha atau swasta membiayai penyediaan infrastruktur terlebih dahulu, sehingga dapat mengatasi keterbatasan anggaran negara atau daerah.

Baca Juga:  Skema Proyek KPBU Jalan dan Rusun di IKN Nusantara

KPBU memiliki karakteristik berupa perjanjian dengan jangka waktu yang lama (long-term), pihak swasta biasanya menanggung risiko dan tanggung jawab yang signifikan sepanjang periode perjanjian, yang remunerasinya dikaitkan dengan kinerja dan berdasarkan permintaan penggunaan infrastruktur yang disediakan.

“Karakteristik ini yang membuat KPBU dianggap dapat membantu mengatasi permasalahan pembangunan daerah yang selama ini menggunakan metode pengadaan konvensional,” ucapnya. 

Menurut Herry TZ, pada pengadaan konvensional, terdapat beberapa risiko yang harus dipertimbangkan, antara lain risiko penuh (100%) yang harus ditanggung Pemda (non-sharing risk), terdapat potensi adanya kendala dalam penyerapan anggaran maupun intensitas menjaga kualitas infrastruktur yang berpotensi kurang memenuhi ekspektasi publik. 

Ia mengatakan, KPBU berpotensi meningkatkan kualitas dan kuantitas proyek melalui pembagian risiko proyek antara Pemda dengan Badan Usaha, sehingga menjadi insentif agar proyek yang terealisasinya nanti menjadi on budget (sesuai anggaran), on service (kesesuaian servis) dan on time (tepat waktu).

Baca juga: PUPR Serah Terima Aset Bantuan PSU Senilai Rp77,16 Miliar

Baca Juga:  Sukses di Baja, WKI Bidik Alat Berat

Untuk itu, kata dia, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat disetujui sebagai proyek KPBU, yakni proyek harus terintegrasi secara teknis dengan rencana teknis sektor yang bersangkutan dan layak secara ekonomi dan finansial.

“Terakhir harus memiliki kemampuan keuangan yang memadai dalam membiayai pelaksanaan penyediaan infrastruktur,” ujar dia. 

Syarat Pengajuan KPBU

Sebagaimana amanat Permen PUPR No. 2 Tahun 2021, terdapat beberapa jenis atau sektor infrastruktur PUPR yang dapat di-KPBU-kan, yaitu sektor Sumber Daya Air (SDA), sektor Jalan dan Jembatan, sektor infrastruktur permukiman, dan sektor Jalan dan Jembatan.

Herry mengatakan, terkait proses dan syarat pengajuan KPBU (Permen PPN/Bappenas Nomor 4 Tahun 2015), Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa KPBU dengan mengusulkan kepada PJPK berdasarkan tata cara pelaksanaan KPBU atas prakarsa Badan Usaha.

Setelah itu, kata dia, usulan Badan Usaha akan dievaluasi oleh PJPK sebelum ditetapkan sebagai KPBU atas prakarsa Badan Usaha. Proses untuk memperoleh persetujuan dari PJPK bagi Calon Pemrakarsa untuk mempersiapkan KPBU dengan menyelesaikan Dokumen Prastudi Kelayakan.

Calon Pemrakarsa menyampaikan surat pernyataan maksud (letter of intent) untuk mengajukan usulan pengembangan KPBU kepada PJPK. Kemudian, PJPK menilai Prastudi Kelayakan KPBU dengan kriteria terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan, layak secara ekonomi dan finansial dan Badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan penyediaan Infrastruktur.

Baca Juga:  Jokowi Berikan Penyertaan Modal Negara untuk Hutama Karya Sebesar Rp7,5 Triliun

“PJPK menilai kualifikasi Calon Pemrakarsa dengan mengevaluasi kemampuan dan rekam jejak Calon Pemrakarsa dalam penyiapan, transaksi, pembiayaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan KPBU,” ujar dia.

Ia mengatakan, PJPK membuat keputusan apakah Prastudi Kelayakan diterima atau ditolak. Jika Prastudi Kelayakan diterima atau telah memperoleh persetujuan dari PJPK, Calon Pemrakarsa melanjutkan penyelesaian Studi Kelayakan dan menyerahkan kepada PJPK. Selain menyerahkan Studi Kelayakan, Calon Pemrakarsa juga menyerahkan dokumen pemenuhan persyaratan prakualifikasi pengadaan Badan Usaha Pelaksana dan rencana dokumen pengadaan Badan Usaha Pelaksana

“PJPK mengevaluasi dan menilai secara mendalam Dokumen Studi Kelayakan berdasarkan dokumen yang disampaikan,” ucap Herry TZ.

Baca artikel selanjutnya:

Reza Antares P

Come closer, I will tell you an interesting story

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button