DaratTRANSPORTATION

Polemik Kereta Cepat Jakarta Bandung yang Menuai Kontroversi

Karena kereta peluru tidak akan mencapai kecepatan maksimal jika jaraknya sangat pendek.

Konstruksi Media – Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung menimpan polemik yang tidak berkesudahan. Awalnya, proyek ini digadang-gadang bakal selesai pada tahun 2019. Namun, hingga kini tak kunjung selesai, malahan molor menjadi tahun 2023, ditambah lagi dengan pembengkakan biaya yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Sebelumnya, proposal dari Pemerintah China membutuhkan anggaran sebesar Rp86,5 triliun dan tidak menggunakan Anggaran Pendapatan belanja Negara (APBN). Kabar terbaru, biaya proyek membengkak menjadi Rp114,24 triliun atau meningkat Rp27,09 triliun.

China Development Bank (CDB) sempat meminta pemerintah Indonesia ikut menanggung pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).

PT KCIC yang sahamnya dimiliki beberapa Badan usaha Milik Negara (BUMN) dan konsorsium perusahaan China berharap, kucuran duit APBN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN) yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa menjadi penyelamat.

Baca Juga:  KCIC Terima Audiensi dan Kunjungan Dewan Transportasi Kota Jakarta ke Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Menteri Perhubungan 2014-2016, Ignasius Jonan, beberapa kali mengungkapkan keberatan dengan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Menurut dia, kereta cepat penghubung Jakarta dan Bandung memiliki sejumlah kekurangan, baik dari aspek bisnis maupun operasional.

Baca juga: Permintaan China Soal KCJB, Indonesia Cover Pembengkakan Biaya

Mengutip Kompas.com, (3/9/2015), Jonan mengatakan, selama ini tidak perlu ada moda transportasi semacam kereta cepat untuk rute Jakarta-Bandung. Secara teknis, kata dia, kereta cepat yang memiliki kecepatan di atas 300 kilometer per jam tidak cocok untuk rute pendek, seperti Jakarta-Bandung yang hanya berjarak 150 kilometer.

“Karena kereta peluru tidak akan mencapai kecepatan maksimal jika jaraknya sangat pendek. Belum lagi, kereta harus berhenti di beberapa stasiun,” ucap Jonan.

Baca Juga:  Tol Cisumdawu Seksi 4-6 Sudah Uji Laik Fungsi Siap Beroperasi

Untuk bisa mencapai akselerasi mencapai 300 kilometer per jam, kata dia, kereta harus memiliki momentum interval jarak tertentu dan membutuhkan waktu beberapa menit. Menurut Jonan, logika ini yang tidak masuk akal diterapkan dalam Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Perhitungan Jonan, jika di antara rute Jakarta-Bandung dibangun lima stasiun, jarak antar-satu stasiun dengan stasiun berikutnya sekitar 30 kilometer. Apabila dibangun delapan stasiun, jarak antar-stasiun kurang dari 20 kilometer.

“Kalau Jakarta-Bandung itu total misal butuh 40 menit, berarti kalau interval tiap stasiun (jika lima stasiun) adalah delapan menit. Kalau delapan menit, apa bisa delapan menit itu dari velositas 0 km per jam sampai 300 km per jam? Saya kira enggak bisa,” ucap Jonan.

Baca Juga:  Penampakan Stasiun Dukuh Atas, Depo, dan Control Room LRT Jabodebek

Ia mengatakan, apabila di antara Jakarta-Bandung dibangun delapan stasiun, waktu tempuh dari stasiun ke stasiun berikutnya adalah lima menit.

“Dari satu stasiun ke stasiun lainnya lima menit, enggak bisa akselerasinya. Kita menyarankan tidak perlu pakai kereta cepat. Itu saja,” ujar Jonan.

Baca artikel selanjutnya:

Reza Antares P

Come closer, I will tell you an interesting story

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button