NEWS

Arsitektur Nusantara Dalam Desain Masa Kini

Arsitektur nusantara akan tumbuh subur dalam era globalisasi.

Konstruksi Media, Jakarta – Berdasar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 penjelasan Pasal 32, kebutuhan untuk menempatkan kebudayaan nasional pada derajat yang tinggi atas dasar pemahaman bahwa kebudayaan nasional, yang menjamin unsur-unsur kebudayaan daerah, merupakan identitas bangsa dan negara yang harus dilestarikan, dikembangkan, dan diteguhkan di tengah perubahan global yang pesat dan dapat mengancam identitas bangsa dan negara Indonesia. Kita wajib terbuka bagi kebudayaan luar selama itu mampu mempertinggi derajat kebudayaan kita sendiri.

Demikian pula yang terjadi dalam dunia arsitektur, kita seharusnya menerima modernisme arsitektur dalam rangka memperkuat khazanah arsitektur nusantara. Jadi, pada prinsipnya memodernkan atau mengglobalkan arsitektur nusantara merupakan hal yang lebih diharapkan dalam rangka mengembangkan dan meneguhkan arsitektur nusantara itu sendiri.

Tujuan pengaturan arsitek di Indonesia adalah meningkatkan peran arsitek dalam mewujudkan pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan serta menjaga dan mengembangkan budaya dan peradaban Indonesia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Arsitek Pasal 3. Merupakan salah satu kewajiban para arsitek di Indonesia untuk menjunjung tinggi nilai budaya Indonesia. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa seorang arsitek memiliki tugas untuk terus merawat dan mengembangkan arsitektur yang berbudaya Indonesia, dalam hal ini arsitektur nusantara.

Naisbitt (1988) dalam bukunya yang berjudul Global Paradox mendeskripsikan hal yang justru bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Naisbitt mengemukakan pokok-pokok pikiran yang paradoks, yaitu semakin kita menjadi universal, tindakan kita semakin kesukuan (thinks globally, acts locally). Semakin kita mengglobal, tindakan kita semakin bersifat lokal. Hal ini dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia Internasional. Orang berorientasi ke luar, tapi lupa membangun karakter dan kepribadian bangsa. Menurut Naisbitt, semakin kita ingin bergerak keluar (mendunia), justru kita dituntut untuk memperkuat yang ada di dalam.

Demikian juga yang terjadi dalam dunia arsitektur, proses globalisasi tidak menghapus identitas atau jati diri arsitektur Nusantara tetapi dengan mulai berkembangnya pemahaman arsitektur nusantara, proses globalisasi justru semakin memperkuat tumbuhnya arsitektur nusantara. Arsitektur nusantara akan tumbuh subur dalam era globalisasi. Hal tersebut sepaham dengan pemikiran Prof. Eko Budiardjo yang mengajak kita untuk menangkal pengaruh globalization melalui gerakan glocalization, atau globalisasi dengan cita rasa lokal (globalization with local flavour). Pengaruh globalisasi sebaiknya kita tempatkan sebagai suatu kesempatan untuk mengglobalkan arsitektur nusantara, guna menjadikan arsitektur nusantara sebagai sumbangan internasional di bidang pengetahuan arsitektur (Prijotomo, 2004).

Baca Juga:  Dirjen Perumahan PUPR Tantang Arsitek, Desain Rumah Tahan Gempa, Cepat Bangun dan Biaya Murah

Sebelum tahun 1800-an di berbagai suku bangsa di Indonesia telah berkembang arsitektur anak bangsa yang memiliki ciri-ciri kedaerahan masing-masing. Perbedaan antar arsitektur anak bangsa ini disebabkan karena adanya perbedaan geografis, adat, pandangan hidup, serta agama. Rumah dengan memakai langgam salah satu arsitektur anak bangsa yang dibangun sebelum tahun 1800-an, 50 tahun kemudian desainnya tidak berubah, mengalami stagnasi dalam perkembangan karena sifat masyarakat agraris yang statis. Di dalam usaha untuk mencari arah perkembangan arsitektur Indonesia, arsitektur anak bangsa yang ada tidak boleh dikesampingkan begitu saja.

Arsitektur Indonesia yang periodisasinya bermula sejak Indonesia merdeka tahun 1945 dalam perkembangannya terbagi menjadi Arsitektur Indonesia Modern (Tahun 1945-Tahun 1980) dan Arsitektur Indonesia Post Modern (Tahun 1980-sekarang). Arsitektur Indonesia Post Modern terbagi menjadi Arsitektur Indonesia Neomodern dan Arsitektur Indonesia Purnamodern. Perwujudan dari Arsitektur Indonesia Purnamodern adalah Arsitektur Nusantara Mengkini yang memadukan atau merupakan perkawinan dari yang nusantara (mewakili sejarah) dan yang modern (mewakili yang internasional/universal).

Berdasarkan uraian di atas seorang arsitek memiliki tugas untuk terus merawat dan mengembangkan arsitektur yang berbudaya Indonesia, dalam hal ini melalui arsitektur nusantara mengkini yang merupakan kombinasi arsitektur nusantara dan arsitektur modern dengan menitikberatkan beberapa hal yang akan menjadi perhatian dalam perancangan bangunan, lingkungan kawasannya diantara nya sebagai berikut; 1) Desain arsitektur nusantara mengkini dengan bertumpu pada arsitektur nusantara sebagai khasanah budaya bangsa dikombinasi dengan arsitektur modern; 2) Membawa keberlanjutan Arsitektur Nusantara dalam karya-karya arsitek masa kini; dan 3) Implementasi arsitektur nusantara untuk turut berkontribusi dalam era globalisasi.

Berpijak pada latar belakang di atas Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia menyelenggarakan Seminar dan Workshop Green Architecture in The Tropic 16, dengan tema kegiatan perencanaan dan perancangan “Arsitektur Nusantara dalam Desain Masa Kini”. Program Studi Arsitektur FT dan Program Studi Magister Arsitektur PPS UKI bekerja sama dengan 10 (sepuluh) Prodi Arsitektur dari Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta yaitu Universitas Pancasila, Universitas Mahammadiyah Jakarta, Universitas Borobudur, Universitas Persada Indonesia, Universitas Budi Luhur, Universitas Sains dan Teknologi, Universitas Bung Karno, Universitas Trisakti, Universitas Mpu Tantular, Universitas Krisnadwipayana didukung oleh PT Propan Raya, Kencana Baja Rangan, Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Konstruksi Media dan Wardah Beauty Cosmetics Indonesia. Kegiatan regular tahunan ini telah diselenggarakan sejak tahun 2008, tahun ini adalah kegiatan regular tahunan ke-16 yang diselenggarakan secara daring dan luring pada Tanggal 21-23 November 2023 di Auditorium GWS Universitas Kristen Indonesia.

Baca Juga:  IAI Gelar Rakernas di Aceh, Pemprov Aceh: Majukan Arsitektur Aceh Bersaing Global

Kegiatan Seminar dan Workshop Green Architecture in The Tropic 16, dengan tema “Arsitektur Nusantara dalam Desain Masa Kini” ini diawali dengan laporan kegiatan oleh Ibu Dr. M. Maria Sudarwani, S.T., M.T. selaku Ketua Panitia, sambutan Kaprodi Arsitektur FT UKI Ibu Grace Putri Dianty, S.T., M.Ars. IAI , sambutan Dekan Fakultas Teknik UKI Bapak Dikky Antonius, S.T., M.Sc., dan acara dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Inovasi (WRAI) UKI Bapak Dr. Hulman Panjaitan, S.H., M.H. Pada hari pertama hari Selasa, tanggal 21 November 2023 kegiatan yang dilakukan adalah seminar daring dan luring berupa pendalaman materi perencanaan dan perancangan desain, yang mengundang para akademisi dan praktisi Indonesia dengan tiga narasumber sebagai berikut: Sesi pertama tentang Elemen Pembentuk Arsitektur Nusantara, oleh Ibu Dr. Ir. Pancawati Dewi, M.T., IAI, selaku Ketua Umum IPLBI, Sesi kedua terkait Pengalaman Perjalanan Program Arsitektur Nusantara Goes to Campuss oleh Bapak Dr. Ir. Yuwono Imanto, M.M., M.B.A, M.Ars., dan Sesi III tentang Implementasi Desain Arsitektur Nusantara oleh Bapak Ar. Gayuh Budi Utomo, S.T., M.Ars., IAI. Sesi terakhir terkait Term of Reference (TOR) Workshop oleh Bapak Ir. Bambang Erwin, M.T. (dosen Arsitektur UKI) dan Dr. Sally Septania Napitupulu, S.T., M.T. (dosen Arsitektur UKI) sebagai Moderator. Bahan-bahan dan materi pembekalan seminar hari ini akan dijadikan pedoman untuk kegiatan workshop yang diadakan selama dua hari tanggal 22-23 November 2023. Selanjutnya pada hari Rabu dan Kamis, tanggal 22 dan 23 November 23 kegiatan yang dilakukan adalah workshop yang diikuti oleh UKI dan 10 PTS di Jakarta. Kegiatan workshop ini terdapat 8 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 mahasiswa perwakilan dari 11 PTS. Workshop yang diselenggarakan yaitu mendesain Rumah Budaya dengan pendekatan Arsitektur Nusantara dalam Desain Masa Kini. Hari terakhir Kamis, tanggal 23 November merupakan deadline pengumpulan desain dan dilanjutkan dengan presentasi tiap kelompok dan penilaian 11 orang juri serta pengumuman pemenang Workshop Green Architecture in The Tropic 16.

Baca Juga:  Meski Kendaraan Berteknologi AI, BBM dengan Oktan Tinggi Tetap Diperlukan

Tujuan seminar setengah hari adalah memberi pembekalan kepada mahasiswa yang akan mengikuti workshop agar menciptakan desain arsitektur nusantara masa kini dan menjadikan arsitektur nusantara sebagai sumbangan internasional di bidang pengetahuan arsitektur. Sedangkan Tujuan workshop adalah melatih para mahasiswa membuat rancangan bangunan berupa rumah budaya yang memakai pendekatan arsitektur nusantara sebagai khasanah budaya bangsa dikombinasi dengan arsitektur modern. Tujuan workshop ini juga melatih kerja sama antar mahasiswa yang berbeda asal PTS nya dalam menangani suatu proyek tertentu. Setiap tahun, Panitia mengambil sebuah tema yang dipandang sebagai isu yang aktual tetapi masing berkaitan dengan tema “Green Architecture in the Tropics.” Pada tahun 2023 ini tema yang diangkat adalah “Arsitektur Nusantara dalam Desain Masa Kini” dengan menerapkan prinsip desain Arsitektur Nusantara yang pada dasarnya adalah arsitektur hijau yang ramah lingkungan. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih ke-11 Perguruan Tinggi UKI, UMJ, UBL, UBK, Universitas Pancasila, Universitas Borobudur, Universitas Krisnadwipayana, Universitas Persada Indonesia (YAI), UMT, ISTN, dan Universitas Trisakti dalam mengembangkan arsitektur yang berbudaya Indonesia, dalam hal ini arsitektur nusantara.

Dr. M. Maria Sudarwani, S.T., M.T., IAI
Arsitek dan Dosen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia

Related Articles

Back to top button