HighlightsNEWS

Dihadang Beragam Masalah, Gapensi Perlu Restorasi

Perubahan berbagai regulasi terkait jasa konstruksi yang terjadi dalam tiga dekade terakhir, kurang mendapat antisipasi optimal. Akibatnya, banyak kantor BPC tutup dan jumlah keanggotaan terus menurun dari tahun ke tahun.

Konstruksi Media, Jakarta – Organisasi pelaksana konstruksi tertua dan terbesar di Indonesia, Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) kondisinya saat ini sedang tidak baik-baik saja.  Organisasi yang didirikan pada 8 Januari 1959 di Tretes, Jawa Timur dan saat ini beranggotakan sekitar 13.000 Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) ini butuh pembenahan (restorasi) yang sifatnya segera.

Demikian benang merah yang bisa ditarik dari perbincangan Konstruksi Media dengan sejumlah Ketua Umum (Ketum)) Badan Pimpinan Daerah (BPD) Gapensi, belum lama ini.

“Gapensi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sedang mengalami degradasi, yang jika dibiarkan terus kondisi seperti ini, maka bukan tidak mungkin Gapensi akan hilang dari peredaran,” kata Ketum BPD Gapensi Riau, Parisman Ihwan.

Pria yang akrab disapa Iwan Fatah dan saat ini duduk sebagai Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Riau ini menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun ini jumlah anggota dan keanggotaan Gapensi secara nasional terus mengalami penurunan.

Di Riau sendiri, katanya, selama dua periode kepemimpinannya, jumlah anggota Gapensi yang semula berkisar 1.000 anggota, saat ini tersisa sekitar 400 anggota. “Terjadi penurunan secara drastis, sebesar 60 persen,” katanya.

Nada serupa juga diungkap Melkyanus Muay, Ketum BPD Gapensi Papua Barat. Di Papua Barat situasi dan kondisinya bahkan lebih memprihatinkan. Bukan hanya jumlah anggota yang melorot drastis, tetapi berimbas pada keberlangsungan usaha para pelaku jasa konstruksi di wilayahnya. Tidak sedikit dari BUJK yang menjadi anggota di Papua Barat, mengalami kebangkrutan usaha.

“Sebelum pemekaran Provinsi di Papua Barat (kini menjadi Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya, red), jumlah anggota Gapensi di Papua Barat terdata di angka 1.075. Tetapi sekarang ini kami punya anggota tinggal 35 saja. Ini yang sudah melakukan registrasi ulang. Kalau yang belum meregistrasi ulang sekitar 600-an anggota,” kata Melkyanus Muay.

Baca Juga:  Mulai Hari Ini, Garuda Indonesia Layani Penerbangan Umrah Bagi Jamaah Indonesia

Kondisi di Jawa Barat pun, idem ditto. Terjadi penurunan jumlah anggota yang cukup signifikan. Pada 2021, jumlah anggota Gapensi di Jawa Barat terdata di angka sekitar 4.000-an. “Tetapi sekarang ini sekitar 1.600 anggota dan yang sudah melakukan registrasi ulang sekitar 700 anggota,” kata Ketum BPD Gapensi Jawa Barat,  TB Nasrul Ibnu HR.

Ironisnya, kondisi serupa juga dialami oleh para pengusaha jasa konstruksi di kota Jakarta yang nota bene seharusnya ‘lebih tangguh’ dalam hal permodalan dan SDM dibanding mereka yang berada di daerah. Hal ini diakui oleh Ketua Umum BPD Gapensi DKI Jakarta Gibson Nainggolan.

“Sebelumnya anggota Gapensi di DKI Jakarta sempat mencapai angka 6.000-an. Tetapi sekarang ini tinggal 1.000-an anggota. Terjadi penurunan jumlah anggota yang sangat luar biasa di Gapensi DKI Jakarta,” kata Gibson.

Soal jumlah keanggotaan Gapensi secara nasional yang turun drastis, diakui Ahmad Hanafiah. Pria yang akrab disapa Abo ini termasuk salah seorang tokoh senior di Gapensi. Ia sudah bergabung di Gapensi sejak 1985.

Mantan Ketua Umum BPD Gapensi Jawa Barat periode 1998 – 2008 ini menjadi anggota Gapensi dari zaman ke zaman. Sejak masa Orde Baru (Orba) hingga sekarang ini.

Abo yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pengawas BPP Gapensi Pusat ini mengisahkan bagaimana Gapensi pernah mengalami zaman keemasan di masa Orba. Tetapi saat ini kondisinya cukup memprihatinkan.

Dalam catatan Abo, pada 2010 jumlah anggota Gapensi terdata di angka 76.000 BUJK. Padahal, sebelumnya, berada di kisaran angka 126 ribu. Pada 31 Desember 2019, katanya, jumlah anggota Gapensi terdata di angka 33.000. Lalu kembali terjun bebas ke angka 13.000 di penghujung tahun 2023.

Baca Juga:  JMRB Selesaikan Pembangunan Travoy Hub Taman Mini Jelang Pengoperasian LRT Jabodebek

Saat ditanya soal penyebab, baik Parisman Ihwan, Melkyanus Muay, TB Nasrul, Gibson, maupun Abo seragam menjawab bahwa perubahan regulasi terkait jasa konstruksi yang terjadi dari masa ke masa menjadi salah satu faktor penyebab.

Mulai dari kehadiran UU No 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, UU No 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sebagai regulasi pengganti UU No 18/1999, hingga puncaknya kelahiran UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta berbagai regulasi turunannya. Faktor lainnya adalah krisis ekonomi yang terjadi di pertengahan dekade 1990-an dan Pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 – 2021.

Harus Bisa Adaptif dan ‘Move On’

Menurut Agus Gendroyono, pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kementerian PUPR, kehadiran aneka regulasi tersebut kurang mendapat antisipasi optimal baik oleh pengurus maupun para anggota Gapensi itu sendiri.

“Pada hakikatnya tidak ada satu regulasi pun yang dikeluarkan pemerintah dengan tujuan untuk menyusahkan rakyatnya. Peraturan itu kan  dibuat dan disahkan untuk menyederhanakan, mempertajam, memberikan kepastian atas kompetensi sesuai segmentasi,” kata pria yang akrab disapa AG ini ketika dihubungi Konstruksi Media secara terpisah.

AGUS GENDROYONO

Mantan Ketum BPD Gapensi Jawa Timur ini mencontohkan soal UU Cipta Kerja. Menurutnya, UU Cipta Kerja sungguh sangat luar biasa, yang kemudian mengubah struktur, mindset, dan perilaku atau habit seluruh pelaku usaha di Indonesia. Tidak hanya pelaku usaha jasa konstruksi, tapi semua pelaku usaha.

Baca Juga:  AG Resmi Jadi Caketum BPP Untuk Gapensi Lebih Baik

“Ruh regulasi ini sebenarnya adalah menyederhanakan  perizinan berusaha, tetapi pada tataran implementasi, UU Cipta Kerja dianggap memberatkan, menyusahkan. Di awal-awal menjadi pengurus LPJK, fokus saya adalah mengajak para pelaku usaha jasa konstruksi untuk ‘move on’ dari zona yang selama ini sudah menjadi habit,” katanya.

Pelaku penyedia jasa yang survive adalah pelaku usaha atau penyedia jasa yang mau memahami perubahan regulasi atau bisa adaptif dengan perubahan yang sedang terjadi.  Di masa perubahan sekarang ini, cara untuk mendapatkan pekerjaan atau proyek tidak hanya melalui tender. Bisa melalui repeat order, e-purchasing, e-catalog, dsb.

“Nah ini banyak yang belum move on. Masih terus melihat tender-tender. Padahal perilaku pembelanjaan anggaran pemerintah sekarang ini, tidak lagi melulu berdasarkan tender,” sambung AG.

AG tak menampik jika sebagai sebuah organisasi yang mewadahi belasan ribu anggota dan tersebar di seluruh Indonesia, Gapensi kurang maksimal dalam memainkan perannya.

Karena itu, baik Parisman Ihwan, Melkyanus Muay, TB Nasrul Ibny HR, Gibson Nainggolan, maupun Ahmad Hanafiah atau Abo, sepakat bahwa Gapensi saat ini perlu restorasi.

“Mari bersama-sama kita rawat dan pelihara. Kegagalan masa lalu jangan diulang. Lakukan optimasi dari keanggotaan yang ada saat ini,” kata Abo yang mengibaratkan Gapensi sebagai Rumah Besar bagi para pelaku usaha jasa konstruksi di Indonesia.  

“Mari kita sama-sama berjuang untuk Gapensi masih tetap ada kedepannya. Dan sekarang ini Gapensi butuh ‘dokter spesialis’ yang memang ahli di bidangnya untuk memperbaiki dan merevitalisasi agar Gapensi kembali sehat seperti sedia kala,” pungkas Parisman Ihwan. (Hasanuddin)

Related Articles

Back to top button