HighlightsINFOKorporasi

Komit Dorong Efisiensi Energi, Onduline Indonesia Raih Sertifikat Green Label Indonesia

Onduline Indonesia tak pernah setengah-setengah terkait persoalan perubahan iklim dan kesehatan bumi.

Konstruksi Media, Jakarta – Onduline Indonesia, perusahaan pemegang dan pengendali merek atap bitumen Onduline asal Perancis, terus berkomitmen mendorong efisiensi energi dan keberlanjutan lingkungan melalui inovasi material atap serta implementasinya dalam berbagai produk dan solusi bangunan.

Untuk informasi, Onduline Indonesia merupakan anak usaha Kingspan Group, perusahaan terkemuka global yang berfokus memproduksi bahan bangunan berteknologi tinggi, hemat energi dan ramah lingkungan.

Memasuki usia ke-19 tahun, Onduline Indonesia kian mengakselerasi konsep bisnis yang ramah lingkungan untuk terus meningkatkan kontribusi terhadap kesejahteraan manusia dan bumi. Wujud nyata dari komitmen Onduline Indonesia ini dengan kembali meraih pengakuan dan sertifikasi Green Label Indonesia dengan predikat tertinggi GOLD dari Green Product Council (GPC) Indonesia.

Pengakuan Green Label ini semakin bermakna karena diterima menjelang perayaan Hari Bumi pada 22 April yang dirayakan di seluruh dunia untuk meningkatkan kesadaran dan mengapresiasi apa yang sudah bumi berikan, demi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Sebab itu bagi Onduline Indonesia, Green Label bukan sekadar ‘stempel hijau’ di atas kertas. Lebih dari itu, sertifikasi yang diuji dan diawasi ketat oleh lembaga pengujian dan inspeksi Internasional Association of Plumbing and Mechanical Official (IAPMO) ini, menjadi aksi terbuka dan faktual Onduline Indonesia terhadap dukungan transisi menuju penerapan Net Zero Emission (NZE), mengatasi kesenjangan sosial, serta salah satu opsi menyongsong masa depan ramah alam, yang dilakukan secara konsisten demi sebuah perubahan.

Tujuan-tujuan tersebut sejalan dengan komitmen iklim Nationally Determined Contribution (NCD), dimana Indonesia bersama 195 negara lainnya sepakat untuk menjaga peningkatan suhu bumi di bawah 2 derajat celsius melalui berbagai upaya.

Para ahli konstruksi, arsitektur dan engineering di dunia mengatakan bahwa gedung yang menerapkan desain berkelanjutan dapat menghemat energi 40% lebih banyak, dibandingkan properti yang masih abai dengan efisiensi energi dan pengurangan emisi CO2. Selain itu, material rendah karbon pada bangunan ramah lingkungan juga telah terbukti dapat mengurangi emisi bangunan hingga 30%.

Baca Juga:  Kementerian PUPR Targetkan Jalur Pansela di DIY Rampung pada 2024

Bentuk dukungan Onduline Indonesia yang menonjol ialah adalah menghadirkan lima produk atap hijau yang telah tersertifikasi Green Label Indonesia, yang juga memaksimalkan sisi efisiensi penggunaan bahan baku untuk kebutuhan proyek-proyek mulai dari residensial, fasilitas umum maupun komersial, yaitu solusi atap ringan bitumen bergelombang Onduline Classic, Onduvilla, Onduline Tile, Onducasa dan Onduline Ridge C100 Classic.

Produk atap bitumen dari Onduline ini, diproduksi dengan fokus material yang tidak hanya aman namun juga memiliki dampak lingkungan rendah. Bahan baku atap bitumen bergelombang Onduvilla misalnya, 55 persen adalah dari bahan daur ulang, seperti serat selulosa yang diekstraksi dan diolah dengan tekonologi tinggi sehingga memiliki ketahanan dan performa waterproofing, menjadikannya tahan cuaca. Karena itu, mengandalkan genteng ini sebagai penutup rumah adalah upaya mendukung keberlanjutan lingkungan.

Country Director PT Onduline Indonesia Esther Pane mengatakan, kawasan Asia Tenggara rentan terdampak krisis global karena tingginya populasi dan pesatnya kegiatan ekonomi. Di Indonesia sendiri, isu nasional yang terjadi hari ini meliputi krisis polusi udara, kenaikan permukaan air laut, pengelolaan limbah, dan kesenjangan ekonomi.

Onduline Indonesia, kata dia, menyatakan dukungan terhadap arsitektur, desain dan konstruksi berkelanjutan di Indonesia yang tercermin dari produk akhir dan berbagai aktivitas pabrik untuk terus meningkatkan penerapan konsep green.

“Sekarang ini segala sesuatu dituntut makin eco firendly. Oleh karena itu, kami berupaya mendorong konstruksi hijau di Indonesia melalui proses produksi dan bahan baku atap bangunan yang sudah memiliki Green Label Certificate untuk kategori Gold dari Green Product Council Indonesia. Artinya, kami senantiasa memastikan kelangsungan bisnis Onduline Indonesia harus bisa mereduksi konsumsi energi (energy effieciency) dan bahan bakunya tidak merusak lingkungan,” kata Esther melalui dalam keterangan tertulis di Tangerang, Banten, Senin (22/4/2024).

Baca Juga:  Solusi Bangun Indonesia-Pemkab Sleman Teken MoU, Sulap Sampah Perkotaan Menjadi RDF

Menurut dia, pada sektor properti, material berkelanjutan semakin urgensif dalam membentuk masa depan. Untuk itu, pelaku industri bahan bangunan perlu mencari cara untuk memperpanjang masa pakai produknya dan menghindari penipisan sumber daya alam. Hal ini dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, serta meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan, sehingga memaksimalkan kinerja bangunan.

“Di Onduline, kami berkomitmen untuk berperan dalam pengembangan berkelanjutan industri atap bangunan dengan memastikan lingkungan kerja yang aman dan mengurangi dampak terhadap lingkungan, serta menghadirkan produk yang lebih berkelanjutan dan sehat. Kami juga membuat kebijakan yang dinamis, pemanfaatan teknologi inovatif dan penerapan inklusif terhadap dekarbonisasi. Untuk itu, mari bersama-sama menyelaraskan langkah untuk mendukung kemajuan nasional dan menciptakan masa depan Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera,” jelas Esther.

Chief Operation Officer GPC Indonesia Yoyok Setio Hermanto mengatakan, sertifikasi Green Label Indonesia merupakan pengakuan produk yang ramah lingkungan diharapkan dapat mereduksi dampak negatif lingkungan. GPC Indonesia senantiasa menyuarakan pentingnya aspek keberlanjutan dalam desain bangunan.

“Edukasi mengenai pemilihan material dan proses produksi yang berkelanjutan baik kepada sesama rekan pabrikan, arsitek, maupun interior desainer juga dilakukan secara konsisten. “Pasar dunia terus didesak untuk dapat menghasilkan produk yang ramah lingkungan, yang ke depannya dapat menciptkan lingkungan hidup yang berkelanjutan,” ujarnya.

Menurut Yoyok, saat ini bumi dan seisinya tengah menghadapi triple planet challenges, yaitu perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan. Untuk itu, sertifikasi Green Label Indonesia menjadi salah satu pendorong signifikan yang dapat membantu menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan.

“Serta memberikan insentif bagi perusahaan dan industri untuk lebih bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan mereka,” ucapnya.

Baca Juga:  Jadi Dirut PLN, Darmo Siap Kejar Net Zero Emission pada 2060

Isu Bersama

Di sisi lain Yoyok cukup lega, musabab pemerintah, masyarakat dan komunitas mulai memahami dan menerima isu ini dan tantangannya. Sebut contoh, forum KTT G20 Indonesia di Bali tahun 2022 lalu bukan sekadar pertemuan negara-negara dengan kekuatan ekonomi dan populasi besar di dunia. Forum ini sekaligus menjadi ajang peneguhan komitmen terkait pengelolaan lingkungan melalui pengendalian emisi karbon.

Onduline Indonesia tak pernah setengah-setengah terkait persoalan perubahan iklim dan kesehatan bumi. Perusahaan serius menegaskan dukungannya untuk menggaungkan sertifikasi Green Label Indonesia, demi memastikan produk dibuat dengan standar keberlanjutan (sustainability) sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.

Proses mendapatkan sertifikasi Green Label Indonesia cukup ketat dengan durasi panjang. Onduline Indonesia wajib mengikuti 10 tahapan dengan 13 kriteria audit mulai dari aspek pembelian bahan baku hingga proses produksi.

Esther mengatakan, secara umum yang paling terpenting dari produk ramah lingkungan justru ada di dalam manufacturing process. Aspeknya beragam, mulai dari pembelian bahan baku hingga proses produksi. Dengan demikian, barang yang telah jadi dipastikan melalui standar hijau yang ditetapkan penguji.

“Esensinya bukan dari hasil akhirnya melainkan pada proses untuk menjadi suatu produk. Bagaimana kami sebagai pabrikan memiliki alur produksi atap yang membawa dampak positif terhadap lingkungan,” ucapnya.

Seperti yang kita ketahui, kata dia, salah satu pemicu perubahan iklim paling besar adalah dari industri. Kendati sertifikat hijau ini yang dikejar adalah dampak proses produksi terhadap lingkungan.

“Namun tetap saja penguji akan kroscek masing-masing jenis produk atap kami, baik dari kriteria komposisi bahan baku, kualitas, konsumsi energi, serta memastikan produk kami sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI),” ucap Esther.

Reza Antares P

Come closer, I will tell you an interesting story

Related Articles

Back to top button