Pembiayaan

Terdampak Pandemi, OJK Sebut Pinjaman Bermasalah Meningkat Hingga 3,35 %

Konstruksi Media – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total penyaluran kredit yang direstrukturisasi perbankan menunjukkan penurunan menjadi Rp 778,9 triliun pada Juli 2021. Namun, OJK menyoroti risiko nonperforming loan (NPL) di perbankan yang kembali meningkat.

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (15/9/2021) kemarin. Menurutnya, ada beberapa sektor yang mencatatkan NPL tinggi karena terdampak berat akibat pandemi Covid-19.

“Ada downside risk yang perlu diperhatikan, antara lain non-performing loan perbankan. Angkanya sedikit meningkat pada Juli menjadi 3,35% dari bulan sebelumnya,” ujar Wimboh dikutip pada Kamis (16/9/2021).

Baca Juga:  Hutama Karya Selesaikan Pembangunan Gedung OJK Palembang

Berdasarkan bahan paparannya, rasio NPL Juli tercatat sebagai yang tertinggi sejak Januari 2019. NPL perbankan sempat menyentuh level yang sama pada Mei lalu tapi kembali turun pada Juni 2021 menjadi 3,24%.

Ia mengatakan, ada beberapa sektor yang mencatatkan NPL tinggi karena terdampak berat akibat pandemi Covid-19. Sektor pertambangan memiliki rasio NPL tertinggi yakni 5,62%, sedangkan rumah tangga terpantau menjadi salah satu sektor dengan NPL terendah, yakni hanya 2,16%.

Adapun OJK baru saja memperpanjang kembali kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2023. Hingga Juli 2021, total kredit yang tengah direstrukturisasi perbankan mencapai Rp 778,9 triliun kepada 5,01 juta debitur. Ini terdiri atas restrukturisasi kepada 3,59 juta UMKM dengan nilai Rp 285,17 triliun dan 1,43 juta non UMKM dengan nilai Rp 493,74 triliun.

Baca Juga:  Bersama OJK, Bank DKI Goes to School Sosialisasikan Literasi Keuangan

“Meski restrukturisasi perbankan diperpanjang, Wimboh terus mengingatkan agar perbankan mempertebal pencadangan. Sehingga nanti pada saat harus dinormalkan, neracanya tidak terganggu karena pencadangannya sudah cukup untuk menghindari cleaf effect,” katanya.

Wimboh memastikan kondisi perbankan saat ini masih sangat sehat. Tingkat permodalan industri perbankan cukup besar, terlihat dari rasio capita to adequacy ratio (CAR) yang mencapai 24,67%. Posisi ini disebut tidak pernah mengalami penurunan. “Kondisi ini juga dinilai dapat membantu perbankan kedepannya untuk memiliki ruang lebih luas menyalurkan kredit,” imbuhnya.

Tak hanya perbankan, kata Wimboh, industri keuangan nonbank juga masih berada dalam kondisi sehat. Non-performing financing di perusahaan pembiayaan pada Juli 3,95% berkat tingkat wanprestasi pengembalian di sektor ini yang berada di level rendah 1,82%. Meski demikian, piutang pembiayaan pada Juli masih terkontraksi 11,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu kendati ada dalam tren perbaikan sejak April 2021.

Baca Juga:  SMF Terbitkan Obligasi PUB VI Tahap IV Sebesar Rp2 Triliun

“Kondisi yang berbeda terjadi pada fintech. Bagian dari industri pembiayaan ini mencatatkan penyaluran pinjaman tumbuh dua kali lipat dibandingkan Juli 2020 mencapai Rp 9,9 triliun,” ungkapnya.

“Industri asuransi juga berada dalam kondisi sehat, tercermin dari rasio risk based capital (RBC) juga masih di atas batas aman. RBC asuransi Jiwa pada Juli 2021 mencapai 653,74%, sedangkaan asuransi umum sebesar 346,73%,” pungkasnya.***

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button