Investasi

Pemerintah Lakukan Lelang Surat Utang, Kali Ini Raup Rp 34 Triliun

Konstruksi Media – Direktur Surat Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan, pihaknya mencatat penawaran investor yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) pada Selasa (6/7) mencapai Rp 83,4 triliun. Dari penawaran tersebut, pemerintah memenangkan Rp 34 triliun.

Menurut Deni, penawaran masuk tersebut naik 19,2% dibandingkan lelang SUN sebelumnya, yakni Rp 69,9 triliun. “Investor memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan seri SUN baru yang dilelang pertama kali pada hari ini,” ujar Deni dikutip pada Rabu, (7/7/2021).

Lebih lanjut Deni menjelaskan, seri SUN yang baru diterbitkan adalah seri FR0090, FR0091, dan FR0092 yang masing-masing bertenor 6, 11, dan 21 tahun. Rata-rata tingkat imbal hasil atau yield yang dimenangkan untuk masing-masing tenor tersebut adalah 5,44603%, 6,58290%, dan 7,28986%. Kupon dari seri-seri baru tersebut ditetapkan sebesar 5,125%, 6,375%, dan 7,125%.

Baca Juga:  Sri Mulyani Beri Syarat Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara untuk Biayai Proyek

“Kondisi pasar yang kondusif, mendorong peningkatan partisipasi investor dalam lelang hari ini. Situasi yang dimaksud, yakni likuiditas global cukup tinggi, yield obligasi Amerika Serikat yang stabil dan cenderung menurun, serta penguatan nilai tukar rupiah,” katanya.

Deni mengungkapkan, peningkatan jumlah penawaran pada lelang hari ini didominasi oleh partisipasi investor domestik mencapai 85,1% dari total penawaran yang masuk. “Proporsi ini meningkat dibanding lelang SUN sebelumnya yang mencapai 81,3%,” sebutnya.

Sementara itu, sekitar 14,9% penawaran berasal dari investor asing. Penawaran dari investor luar negeri terkonsentrasi pada SUN seri baru yang bertenor 6 dan 11 tahun.

Ia menjelaskan, pemerintah memenangkan lelang SUN sebesar Rp 34 triliun dengan bid to cover ratio sebesar 2,45 kali, antara lain dengan tiga pertimbangan. Pertama, kebutuhan pembiayaan tahun ini. Kedua, yield SBN yang wajar di pasar sekunder. Ketiga, pemenuhan pasokan SUN di pasar perdana.

Baca Juga:  Ini Sejumlah Proyek yang Dibiayai SBSN, Dari Kereta, Jembatan hingga Dukungan IKN

“Dengan memenangkan lelang SUN dalam jumlah tersebut, pemerintah tidak diperlukan penyelenggaraan lelang SUN tambahan,” tandasnya.

Kemenkeu mencatat utang pemerintah per akhir Mei 2021 mencapai Rp 6.418,5 triliun atau 40,49% dari produk domestik bruto (PDB). Utang tersebut turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 6.527,29 triliun, tetapi naik 22% dibandingkan Mei 2020 Rp 5.258,57 triliun. “Hal ini disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi,” tulis APBN KiTa edisi Juni 2021 yang dirilis akhir Juni 2021.

Utang pemerintah berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp 5.580,02 triliun dan pinjaman Rp 838,13 triliun. Porsi utang berbentuk SBN tercatat 86,94% yang meliputi SBN domestik Rp 4.353,56 triliun dan SBN valuta asing Rp 1.126,45 triliun.

SBN domestik terdiri dari SUN Rp 3.606,07 triliun dan SBSN Rp 747,49 triliun. Sementara SBN valas mencakup SUN Rp 984,2 triliun dan SBSN Rp 242,2 triliun.

Baca Juga:  Hemat APBN Infrastruktur, Sri Mulyani: ESG Tarik Financing Lebih Mudah

Pinjaman berasal dari dalam negeri Rp 12,32 triliun dan luar negeri Rp 828,51 triliun. Pinjaman dalam negeri terdiri dari bilateral Rp 316,83 triliun, multilateral Rp 465,52 triliun, dan bank komersial Rp 43,46 triliun.

Sebelumnya, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai utang pemerintah masih aman meski meningkat akibat pandemi Covid-19. Hal ini, menurut dia, antara lain karena utang pemerintah masih didominasi oleh penerbitan SBN yang sebagian besar berdenominasi rupiah.

Selain itu, rasio utang pemerintah terhadap PDB, cenderung dapat dikelola dan lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi utang terhadap PDB dari negara lain. Meski demikian, menurut dia, pemerintah harus mulai harus merumuskan konsolidasi fiskal untuk mendorong pengelolaan fiskal yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Josua mengatakan, hal tersebut dapat dilakukan, antara lain dengan mereformasi perpajakan dalam rangka mendukung optimalisasi penerimaan dan meningkatkan tax ratio terhadap PDB yang masih rendah. “Pemerintah perlu terus berinovasi untuk menggali potensi pajak dengan perluasan basis pajak,” katanya. ***

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button